Pada abad ke XVI seorang ulama berasal dari kerajaan Pagaruyung Sumatera Barat yang bernama Halilullah akan melaksanakan Ibadah Haji ke Baitullah dengan mengenderai perahu ayar. Ia singgah sejenak di kerajaan Aceh. Setibanya di sana oleh Sultan meminta kepada Halilullah mengurungkan niatnya melaksanakan ibadah haji, karena ia diminta Sultan untuk mengislamkan rakyat Pulau Simeulue ketika itu bernama Pulau U.
Halilullah sendiri tidak mengetahui arah jalan ke Pulau Simeulu (Pulau U), maka oleh Sultan ditunjukklah salah seorang wanita cantik dayang-dayang Sultan Aceh yang berasal dari kampung kelahirannya Pulau Simeulue untuk mendampingi Halilluah sebagai penunjuk jalan. Karena dayang-dayang ini masih gadis perawan dan untuk tidak mengundang fitnah maka oleh Sultan keduanya dinikahkan sebagai suami Istri. Wanita cantik dayang-dayang ini bernama Si Melur. Setelah menikah keduanyapun berlayar ke pulau Simeulue untuk mengislamkan rakyat setempat. Di Silmeulue ini Habibullah digelar oleh para murid-muridnya dengan Tengku Di Ujung dan dari nama Istrinya Si Melur ini maka Pulau U ini diberi nama Simeulue. Dan sejak itu pula penduduk Simelue secara 100 persen memeluk Islam.
Kabupaten Simeulue dengan luas wilayah 198.021 Ha didiami penduduk lebih kurang 80.000 jiwa. Masyarakatnya menggunakan 2 bahasa etnis daerah Simeulue disamping bahasa Indonesia, yaitu Bahasa Lamamek atau Bahasa Sigulai dan Bahasa Devayan. Penduduk asli Simeulue memiliki corak etnis yang unik bila dibanding etnis lainnya di daerah Aceh.
Secara umum penduduk Simeulue bermata sipit seperti ras Mongoloid, berkulit kuning. Selain penutur bahasa etnis Lamamek atau Sigulai dan Devayan masih ada lagi bahasa ketiga yang digunakan oleh etnis asli yaitu bahasa Leukon, namun kelompok penutur bahasa Leukon ini semakin berkurang populasinya.
Sumber: http://pulaukami.wordpress.com
0 comments:
Post a Comment